Biar Orang Lain Menilai
Baiklah. Pada kali ini aku akan membahas tentang talk less, do more. Seperti yang kalian tahu, postinganku didominasi oleh pengalaman pribadi, so no
offense.
Ada hal-hal
di sekitar kita yang memicu kita untuk berkomentar dan mengkritik. Itu wajar
sebagai bentuk suatu pola interaksi. Tetapi sadarkah kamu batasan yang ada tak
harus dilampaui?
Aku termasuk ke dalam orang yang suka mengkritik, dan ya, aku sadar itu buruk. Jadi
ketika saya sadar dan ingin membuat suatu perubahan yang baik, aku ingin
membagikan berita baik ini kepada kalian para pembaca.
Aku orang yang perfectionist dan blak-blakan, itu membuatku secara
alami mengomentari sesuatu yang mengganggu penglihatan dan kenyamananku.
Pernah, dalam sebuah presentasi kelompok yang aku sebagai ketuanya, rupanya tidak
berjalan dengan lancar. Meskipun sebelumnya aku telah menginstruksikan temanku untuk melakukan presentasi sesuai metode yang aku berikan, dan telah
disetujui oleh semua anggota kelompok.
Akan tetapi, ketika presentasi berlangsung distraksi kecil terjadi dan rupanya temanku tidak dapat mengendalikan keadaan dengan memberi respon yang sesuai, sehingga presentasi berjalan tidak teratur. Hal kecil seperti itu membuat aku merasa kesal, sebab temanku tidak dapat bekerja sesuai ritme yang aku lakukan selama ini ketika aku merasa itu sangat mudah untuk dilakukan. Selanjutnya dapat ditebak aku mengkritik temanku, keluarlah kalimat “masaginiajakamugabisa”.
Mengingat-ngingat masa itu membuatku meringis, buruknya sifatku kala itu. Namun syukur beribu syukur, dua kejadian berikutnya pada hari yang sama mampu menyadarkanku. Aku yang sesat itu.
Akan tetapi, ketika presentasi berlangsung distraksi kecil terjadi dan rupanya temanku tidak dapat mengendalikan keadaan dengan memberi respon yang sesuai, sehingga presentasi berjalan tidak teratur. Hal kecil seperti itu membuat aku merasa kesal, sebab temanku tidak dapat bekerja sesuai ritme yang aku lakukan selama ini ketika aku merasa itu sangat mudah untuk dilakukan. Selanjutnya dapat ditebak aku mengkritik temanku, keluarlah kalimat “masaginiajakamugabisa”.
Mengingat-ngingat masa itu membuatku meringis, buruknya sifatku kala itu. Namun syukur beribu syukur, dua kejadian berikutnya pada hari yang sama mampu menyadarkanku. Aku yang sesat itu.
Aku membuka sosial media dan membaca sebuah postingan
sebuah akun official tentang psikologi, disitu tertera gambar kedua orang yang
bertengkar. Orang yang berbicara banyak belum tentu memiliki pengetahuan,
sedangkan orang yang diam belum tentu tidak berilmu. Begitu melihat gambar
tersebut, tahap tersentil sudah dimulai. Kedua, ketika ibu saya meminta
saya untuk mengerjakan pekerjaan rumah secara beruntun, aku yang sedang kesal
karena permasalahan presentasi pun melaksanakannya tapi terus menggerutu. Ibuku yang melihat itu langsung berkata, “Kalau kerja ga usah
ngedumel gitu. Kerja ya kerja saja. Ngedumelnya hilangkan.”
Kemudian aku diam dan berpikir, mungkin kedua gambar tadi menggambarkan aku saat di sekolah. Kalau aku terlihat seperti orang bodoh dengan memarahi seseorang hanya untuk hal kecil dan melaksanakan presentasi dengan kesal karena hambatan yang ada. Aku mengangguk-anggukan kepala, benar juga.
Kemudian aku diam dan berpikir, mungkin kedua gambar tadi menggambarkan aku saat di sekolah. Kalau aku terlihat seperti orang bodoh dengan memarahi seseorang hanya untuk hal kecil dan melaksanakan presentasi dengan kesal karena hambatan yang ada. Aku mengangguk-anggukan kepala, benar juga.
Setelah hari-hari berlalu, aku memutuskan sendiri. Lebih
baik membuat orang lain melihat tindakan kita, ucapan kita, dan segala
pergerakan kita. Biar mereka yang memutuskan apakah itu baik atau buruk. Jika baik
biarlah ditiru, jika buruk janganlah diambil. Daripada membuat diri kita lelah
dan tampak buruk melalui kemarahan yang kita lontarkan, benar? Mengkritik itu boleh,
menasehati itu boleh, hanya saja ingat itu harus ditujukan untuk membangun dan
jangan sampai menyakiti hati orang itu.

Komentar
Posting Komentar