Single?! Don't Rushing!
![]() |
| Sumber gambar: Pinterest |
Zaman sekarang tidak klop apabila tiap malam minggu tidak ada gandengan. Bisa sih berpergian sendiri, tapi punya seseorang untuk mengisi hari-hari kita itu sesuatu. Bisa jadi penyemangat hidup, sehingga notifikasi ponsel tidak itu-itu saja. Haha, membayangkannya tampak menyenangkan bukan.
Itu yang terjadi pada dunia di masa
kini, mendapatkan status berlabel pacaran seolah menjadi suatu ajang yang
diikuti oleh para dewasa, remaja, atau yang mengejutkan pada anak belum cukup
umur. Seakan-akan bila kita masih berstatus single merupakan sesuatu yang perlu
dipertanyakan. Pernah terjadi pada saya, kalimat yang muncul pun beragam,
misalnya: "Ih, udah umur segitu kok belum pernah pacaran. Ga laku ya
lo.", "Ya ampun, de. Cari pacar gih, biar hari libur ga di rumah
mulu. Kuper kan jadinya.", dan bla bla bla.
Uh, aku waktu itu tidak terlalu
peduli akan komentar mereka. I'm just being myself, being single. Lagipula
usiaku kan masih belasan, tapi pendapat itu berubah memasuki usia tujuh belas
tahun. Aku mulai peduli melihat lingkungan sekitarku. Teman-temanku sibuk membicarakan soal gebetan mereka, begitu pula saudara yang curhat
mengenai pasangannya padaku. Dan tentunya tak jarang dari cerita itu,
terdapat bagian manis yang dalam hati kecil ingin kurasakan juga.
Dari itu semua muncullah paham yang
terpatri cukup lama di kepalaku, bahwa untuk bahagia, ya, perlu
pasangan. Seseorang untuk mencintaimu, menerima kekurangan dirimu, dan akan
melakukan apapun untukmu. Gambaran pacaran yang aku tahu dulu hanyalah
indahnya saja. Sehingga dengan berkumpulnya keinginanku yang sudah sangat
menggebu-gebu di dalam hati, aku jatuh pada keputusan yang salah. Aku menerima banyak pria dengan mudah masuk ke kehidupanku, dimana itu tidak
berjalan baik. Namun, menjadi sebuah keputusan yang membuatku belajar
banyak.
Aku tidak menjalin status pacaran,
hubunganku yang lalu adalah sebuah kerumitan yang aku kira awalnya akan
membahagiakan. Aku begitu mudahnya terbawa perasaan pada laki-laki yang
membuatku terpesona, dan dulu aku belum bisa mengidentifikasi perasaanku sebagai apa. Aku menerima mereka karena aku menaruh harapan yang tinggi pada
mereka. Aku kira semua akan berjalan sesuai yang aku mau. Aku menerima dia,
kami membangun hubungan, lalu aku harap aku adalah yang terakhir untuknya.
Pemikiran yang sangat dangkal.
Hubungan
ini tidak pernah lebih dari 5 bulan. Hubungan pertama gagal karena pada
hubungan itu aku mengalami mental abuse, aku masih belum sadar
juga. Tapi aku tidak menyerah, aku dengan cepat ingin mendapatkan yang baru
dan 'terakhir'. Hubungan kedua, aku mendapatkan seseorang, dan berakhir
tidak lama karena dia hanya memanfaatkan uangku saja. Cepat setelah itu, aku bertemu satu orang yang sampai sekarang memberikan pengaruh yang sangat besar
untukku. Kami berakhir dan aku cukup mengerti tentang maksud Tuhan padaku.
Tuhan mengirimkan seseorang yang menggunakan kekerasan verbal padaku karena Tuhan
ingin aku bercermin bahwa aku tidak bisa mendapatkan seseorang yang baik,
apabila aku pun sering menghina diri sendiri atas fisik yang aku miliki. Lagi, Tuhan
mengirimkan seseorang yang memanfaatkanku dalam status hubungan karena Tuhan
mau aku lebih waspada menerima orang baru untuk masuk, dan tidak percaya
begitu saja dengan omongan manis pria. Terakhir, Tuhan mengirimkan orang ini
untuk membuat aku belajar untuk mengungkapkan apa yang aku mau dengan jujur
kepada orang lain. Sebab Tuhan tahu aku sering meletakkan kebutuhan aku dibelakang kebutuhan orang lain. Dan anehnya aku dan pria ini bertengkar
karena hal ini berkali-kali, terlepas dari semua koneksi yang membuat kami
bersama. Hal itu pada puncaknya membuat aku dan dia berpisah.
Satu hal umum yang dapat aku simpulkan dari pengalaman itu, yang ingin aku bagikan untuk pembaca
semua. Dalam hal apapun, mengambil keputusan terburu-buru tidaklah bijak. Apa
yang dulu aku dapatkan begitu mudah, tak salah bila terlepas begitu cepat
pula. Tuhan mengizinkan kesedihan itu datang padaku agar aku dapat belajar.
Perasaan kesepian yang hadir karena status sendiri perlu ditinjau lebih jauh,
mengapa aku seperti ini, apa perasaan ini. Kita harus mampu mendefinisikan
perasaan kita masing-masing, sehingga tidak cepat terbawa perasaan pada hal
baru. Apakah rasa senang yang muncul saat melihat lawan jenis adalah perasaan
kagum atau lebih?
Tuhan
tidak akan memberikan kamu kejadian yang sama apabila kamu sudah mampu belajar
dari apa yang Dia berikan. Perhatikan diri baik-baik, koreksi apa yang perlu
kamu koreksi. Menjadi single tidaklah salah. Pandanglah waktu yang ada sebagai
masa untukmu membangun diri menjadi yang terbaik, alih-alih mencari yang
terbaik. Sebab jika kamu sudah berubah menjadi versi terbaik dari dirimu, aura
positif yang keluar akan menarik calon pasangan atau jodohmu untuk
mendekat. Always remember, everything requires patience.

Komentar
Posting Komentar