Quarter Life Crisis
Kali ini aku ingin membahas soal quarter life crisis, tapi sebelum itu apa sih quarter life crisis?
Quarter
life crisis adalah sebutan
untuk kondisi kecemasan berlebih terhadap kualitas hidup seseorang yang sering
dialami dalam periode 20 tahunan hingga pertengahan 30.
Pada usia dua puluhan banyak orang mulai berpikir kembali
soal hidup mereka, apakah yang mereka jalani saat ini merupakan hidup yang
mereka inginkan. Hal ini sering terjadi saat orang-orang mulai memasuki
‘kehidupan nyata’, seperti masa setelah kelulusan atau kepindahan dari rumah.
Namun itu semua tentu tidak muncul begitu saja, ada hal yang menjadi pemicu terhadap
munculnya pemikiran tersebut.
Pemikiran dan kecemasan itu timbul dikarenakan kita
melihat pencapaian-pencapaian orang lain di sekitar kita, mereka terlihat
sukses untuk meraih mimpi mereka sedangkan kita masih begitu-begitu saja tidak
tahu arah. Tidak tahu akan pergi kemana setelah semua rutinitas yang pernah
dijalani menghilang, kuliah yang biasa kita ikuti sekarang sudah selesai,
selanjutnya apa? Kita pun masih berpikir keras. Ujung-ujungnya kita malah
membandingkan diri dengan mereka.
Tetapi apakah yang kita lihat itu adalah keadaan yang
sebenarnya?
Sangat mungkin bahwa kita tidak tahu apa yang pernah
orang lain alami sebelum mencapai mimpi-mimpi mereka. Bisa saja ada isak tangis
kegagalan yang kita tidak lihat dengan mata. Hal-hal yang kita lihat sebagai
pencapaian mereka tentu saja sebagai bentuk positivitas yang ingin mereka
sebarkan. Tanya saja pada diri sendiri pasti kamu memilih untuk menyebarkan
momen bahagia ke luar sana dibandingkan momen sedih, begitu juga dengan
mereka. Janganlah melihat sesuatu terlalu dangkal, pun melihat hanya dari
permukaannya saja.
Jika kamu mengalami kecemasan ini, entah berapa pun
usia atau kekayaanmu (karena menurutku siapa pun bisa punya kecemasan semacam
ini), bila kecemasan itu timbul anggap saja itu sebagai pengingat dari alam. Pengingat
untuk membuat kamu berpikir kembali, mengevaluasi diri terhadap nilai-nilai apa
yang ingin kamu kembangkan dalam hidup, hal-hal apa yang ingin kamu raih, dan
dampak apa yang ingin kamu beri untuk sekitarmu. Buatlah makna hidup yang kamu inginkan, ciptakan kepuasan diri, sehingga setir kebahagiaan bukan ada di diri
orang lain, tapi di diri kamu sendiri. Sebab masih saja ada yang hidup untuk
memuaskan tuntutan sosial dibandingkan kebahagiaan diri kamu sendiri yang
menjalaninya. Ingat jangan paksa diri kamu untuk sama dengan orang lain, saat fase kamu memang belum sampai disitu. Terimalah adanya. You can't jump to the highest level like magic.
Untuk mengurangi kecemasan ini, aku sangat menyarankan
agar kita semua menyortir kembali lapisan yang ada di sekitar kita. Bisa saja
itu adalah orang-orang yang kita follow di
media sosial, teman-teman di sekitar kita, pastikan mereka tidak membawa dampak
buruk untuk hidup kita. Mulai kelilingi diri kita dengan orang-orang yang hanya
memberikan kemajuan untuk kita, sisanya mari tinggalkan itu semua di belakang.
Karena kita punya hak untuk mendapatkan hidup yang terbaik, jadi jangan ragu
untuk menyeleksi mereka yang tergolong toxic
di hidup kita.
Terima kasih, Tuhan memberkati.

Komentar
Posting Komentar