Atraksi Musim Semi
Warga desa berkumpul memenuhi sudut pasar, terik mentari tak jadi masalah, sebab semua sangat menanti pertunjukkan yang hadir setahun sekali pada musim semi itu. Seutas tali tambang telah dibentangkan dari ujung ke ujung pada sebuah menara kayu, dengan tongkat sepanjang dua meter seorang pria melangkah mantap di atasnya.
Penonton menatap takjub dia dapat berdiri seimbang di atas tali dengan ketinggian lebih dari 10 kaki. Tubuhnya melangkah ringan seperti bayi sambil memutar tongkat itu sesekali, trik yang mudah dilakukan, sudah sering dilakukan.
Namun belum habis burung-burung berkicau, orang-orang sudah tampak bosan. Pengemis anak-anak kembali bekerja begitu pengawas mereka yang berotot besar itu memalingkan wajahnya pada mereka. Pun nenek penjual roti balik menata roti gandumnya. Bukankah ini terlalu awal untuk melanjutkan kesibukan?
Tanpa disengaja tongkat yang dibawa pria itu mendorong talinya hingga terguncang, tubuh paruh baya itu hampir saja terjatuh, seseorang melihatnya dan teriakan yang menggema mengundang perhatian. Obrolan tentang pabrik mesin pun berganti, pandangan orang-orang tertuju padanya. Tetapi senyum terbit dari bibirnya dan disambungnya dengan atraksi kecil hingga dia sampai ke ujung tali.
Dari atas menara itu kini dia dapat melihat ke bawah dengan jelas, kerumunan manusia sudah menyebar begitu saja layaknya semut disapu air, seperti biasanya. Dia hanya hampir terjatuh dari udara, lagipula orang asing sepertinya yang hanya memiliki dirinya sendiri, tentu bukan masalah besar.
Saat ini dia tak memiliki seseorang atau pun dimiliki seseorang, tetapi dia pernah memiliki seseorang. Pada ketinggian 10 kaki ini lah dia mampu mengingat orang itu, juga doa yang pernah diajarkannya ketika tubuhnya belum sejakung sekarang. Jantungnya masih berdebar cepat untuk seseorang yang menjadikan slackline sebagai profesinya.
Meskipun begitu setiap tahun pria itu rutin pergi ke negara-negara berbeda bersama tali dan tongkatnya untuk melakukan pertunjukkan. Karena kegiatan itulah yang mampu membuatnya bertahan hidup selama hampir empat dekade.
Slackline adalah hidup, hidup adalah slackline.
Tiap kali dia membentangkan tali dari satu menara ke menara lainnya kemudian berhasil melewatinya itu adalah sebuah obat yang mampu memberikannya penghidupan. Berkali lipat dibanding anggur merah dan teman mengobrol yang hangat. Satu kali lagi setiap dia melewatinya, satu kali lagi dia lebih berani dari hari sebelumnya.
Tiap kali dia membentangkan tali dari satu menara ke menara lainnya kemudian berhasil melewatinya itu adalah sebuah obat yang mampu memberikannya penghidupan. Berkali lipat dibanding anggur merah dan teman mengobrol yang hangat. Satu kali lagi setiap dia melewatinya, satu kali lagi dia lebih berani dari hari sebelumnya.
Tubuhnya memang mengerut dan orang-orang masih memanggilnya penakluk ketinggian, sebab tak banyak orang melakukan atraksi tak biasa semacam itu pada masanya. Mereka hanya tidak tahu bahwa ketinggian bukan apa-apa dibanding rasa hampa yang merongrong jiwa.
.
.
Sumber gambar : Pinterest
Komentar
Posting Komentar