Teruntuk Yang Terindah
Tanggal tiga yang kesekian kalinya sudah kulalui tanpa dirimu. Aku sungguh berharap yang terbaik untuk diri dan masa depanmu. Bagaimanapun meski kini raga kita berpisah ratusan kilometer jauhnya, kasih dan rinduku akan masih kukirimkan dengan tulus padamu. Walaupun bukan lewat pesan atau panggilan suara, melainkan kalimat doa.. aku harap sang Kuasa melindungi dirimu untukku.
Apakah kamu tahu? Terkadang saat aku sedang berjalan, aku mengalihkan pandanganku untuk menatap awan dan langit biru yang bersinar cerah mengikutiku. Awan dan langit itu membawa ketenangan terhadap hatiku, bahwa kita masih bersama. Sinar mentari itu pun sangat hangat seperti pelukanmu yang melingkupi tubuhku. Semuanya mengingatkanku pada cakrawala yang sama di tempat-tempat kita berkeliling kota, pada Melbourne dan percakapan kecil nan renyah kita yang menghangatkan hati. Senyum hangatmu yang membuat hatiku berdebar dan semakin mencintaimu.
Rasa yang membahagiakan sekaligus sesak untuk diingat, sebab kini.. kita tidak bersama.
Ternyata begini ya, cinta tidak harus memiliki?
Hey, Kean. Sini lihat aku. Hm, Apakah napasmu tercekat dan tangis turun dengan cepat begitu sesuatu mengingatkanmu padaku? Ah, biar aku tebak.. pasti sesak sekali? Sebab aku masih bisa merasakannya. Ternyata semesta tak cukup kuat untuk memisahkan perasaan kita setelah memisahkan raga kita dengan kejamnya. Rindu ini sangat menyiksa bukan? Ini membawaku pada pertanyaan selanjutnya.. Jikalau ini menyiksa, maukah kamu berlari menghampiriku kali ini? Karena aku sungguh hilang kekuatan untuk mengejarmu kembali.
Aku takut luapan perasaanku akan dengan mudah kutunjukkan padamu justru terbalas dengan penolakan semumu yang kamu pikir dapat menyelamatkanku. Betulkah itu yang kubutuhkan? Tahukah kamu apa yang sebenarnya aku butuhkan? Hatiku membutuhkanmu. Ya, hatiku membutuhkanmu. Akan tetapi, kamu dan logikamu memang benar bahwa kita tidak akan berhasil sekalipun dipaksakan. Tidak peduli seberapa besar cinta yang tumbuh diantara kita, suatu saat kita harus membabatnya hingga habis lalu membakarnya agar cinta yang baru dapat tumbuh di sana nantinya.
Beberapa cinta memang ditakdirkan untuk tidak saling miliki. Sialnya itu adalah cinta kita. Kalimat tersebut terdengar seperti komedi yang berusaha semesta suguhkan pada manusia seperti kita.
Aku tidak mengerti, sebab sampai kini langitku masih kelabu tanpamu. Aku belum mampu memangkas pohon cinta yang kamu tanam dengan penuh kasih sayang. Di bawah pohon ini aku masih merasa nyaman dan teduh. Bagaimana jika aku tidak ingin beranjak dari keteduhan yang kamu tinggalkan ini? Biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Salam rindu dari seseorang yang paling mencintaimu, Lile.
Komentar
Posting Komentar